Diagnosis Disleksia Belum Komprehensif

Anak dengan disleksia kerap kali kasulitan dalam menulis, membaca, mengeja dan berhitung, tetapi mereka sebenarnya memiliki tingkat inteligensi yang normal atau bahkan melebihi rata-rata.

“Mereka masih sulit dikenali, atau bahkan tidak terdiagnosis oleh dokter,”.

Walaupun begitu, tidak sedikit anak yang mengalami masalah dalam menulis, membaca dan mengeja dianggap mengalami disleksia. Kenyataannya belum tentu demikian. Lebih parah lagi banyak anggapan bahwa anak hiperaktif, autistik, epilepsi tipe lena dan retardasi mental adalah disleksia.

Diagnosis disleksia belum begitu ditegakkan secara komprehensif. Hal terburuk yang dapat membuat anak tidak mengalami disleksia tetapi justru terjerat dalam kategori disleksia.

“Diagnosis harus ditegakkan secara kerja sama, antara neurolog anak dengan psikolog,”

Tes baca tulis belum dapat menjadi pegangan dalam menentukan diagnosis disleksia. Pemeriksaan psikologis kadang diperlukan sebanyak dua kali atau bahkan lebih, hingga psikolog dapat memiliki gambaran keseluruhan dari hasil observasi.

“Pada anak yang tidak bisa fokus meski tak hiperaktif atau pada anak dengan IQ baik tapi tampak ada penurunan, psikolog mesti menunggu, tak boleh memaksakan untuk melanjutkan tes,”

Diagnosis disleksia tidak diperbolehkan untuk diberikan pada anak dengan tuna rungu atau tuna netra, juga untuk anak sindrom down.

“Brain gym dan pengaktifan otak tengah yang belakangan marak dipromosikan bukan solusi disleksia,”

Tidak ada yang bisa disembuhkan dari disleksia, namun hanya akan semakin samar. Hal ini bisa dikarenakan mereka mampu menemukan cara lain untuk membaca, mengeja dan menulis.

Share on Google Plus
Blog Saya
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment